
Pelataran parkir di tepi Jalan Bina Marga Nomor 13, Baranangsiang, Bogor itu terlihat sesak. Beberapa mobil terparkir rapi membelakangi jalan. Di depannya, hampir tak terlihat bangunan apa pun. Yang terlihat hanya sebuah gapura kecil dengan tiang penyangga bambu beratap daun kering atau yang lazim disebut ‘kiray.’
Di sebelah kanan gapura, terpajang papan nama bertulis ‘Sangu Tutug Oncom Khas Pasundan: Saung Kiray’. Kalimat itu ditulis dengan warna jingga yang cukup dominan. Berdampingan dengan tulisan itu, sebuah gambar saung dan pohon kelapa tampak memperindah tampilan. Papan itu terbuat dari logam. Ya, tempat itu adalah rumah makan yang khusus menyajikan sangu tutug oncom.
Dalam bahasa Sunda, ‘sangu’ merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut nasi. Sedangkan ‘tutug’ adalah istilah Sunda yang bermakna ‘aduk’. Makanan yang kerap disebut ‘sangu tutug oncom’ disajikan dengan mencampur nasi dengan oncom menggunakan metode aduk. Makanan inilah yang menjadi sajian utama rumah makan tersebut.
Memasuki gapura, terhampar taman kecil yang tertata rapi, menghiasi kanan kiri jalur masuk. Sedikit masuk ke dalam, terlihat sebuah rumah dengan desain lama. Menengok ke kanan, ada saung lebar terbangun di situ. Terlihat beberapa pria berpakaian rapi duduk bersila mengitari meja setinggi lutut yang terpasang tepat di tengah.
Di bagian dalam rumah, beberapa meja dan kursi tersusun rapi. Di sudut dalam ruang itu, empat orang wanita berjilbab asyik bercengkerama sambil menikmati sajian di hadapannya. Sementara di dekat pintu masuk, beberapa pelajar tampak lahap menyantap makanan.
Di tengah ruang itu berdiri dua tiang penyangga. Tiang itu terbuat dari kayu jati, tampak berkilau lantaran berlapis cairan varnish. Di satu dari dua tiang itu tersemat gambar bertuliskan huruf Arab melingkar dengan warna hijau. Bagian tengah gambar itu memuat huruf Arab berbunyi ‘halal’. Gambar itu merupakan label sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sesaat kemudian, seorang pelayan mempersilakan duduk. Terlebih dulu, ia mengucapkan salam kepada pengunjung sebelum menawarkan menu. “Silakan, mau makan apa?” sapa pelayan itu.
Selembar kertas dilapis plastik disodorkan. Berisi daftar makanan yang tersedia sekaligus harganya. Satu sisi berisi daftar makanan, di baliknya berisi daftar minuman dan kudapan. Harganya bervariasi. Mulai dari Rp3.000 hingga Rp20.000. Tidak terlalu mahal untuk sebuah rumah makan halal.
Sangu tutug oncom merupakan salah satu dari sekian banyak kuliner asli Nusantara. Tetapi, tak banyak generasi muda yang mengetahui kuliner asli Indonesia itu. Hal itu memicu kekhawatiran hilangnya khazanah kuliner nusantara lantaran tak ada generasi muda yang mengenalnya.
Berawal dari keresahan itu, sepasang suami istri, Indra dan Ambar LK Dharmaputra memutuskan untuk membuka tempat makan bernuansa tradisional Sunda itu. Hal ini semata untuk melestarikan salah satu unsur kebudayaan berupa kuliner tradisional. “Kami prihatin generasi muda sekarang tidak begitu akrab dengan kebudayaan Indonesia. Misalnya sangu tutug oncom ini. Banyak yang penasaran. Padahal dulu ini akrab sekali dengan keseharian. Baik untuk sarapan atau makan siang,” tutur Indra.
Terhitung sejak tahun 2002, tempat makan ini resmi berdiri. Di masa-masa awal berdiri, Saung Kiray berada di bawah kendali langsung Indra dan Ambar.
“Dulu itu hanya saung di halaman rumah. Awalnya ini rumah orangtua, disebut Saung Kiray itu karena dulu atap saungnya dari daun kering, di Sunda disebutnya kiray. Mulai berjalan sekitar Juni 2002,” terang Ambar.
Di mata Ambar, sangu tutug oncom bukan makanan yang sulit dibuat. Tetapi, untuk mendapat rasa yang kuat, Ambar tidak mau memakai sembarang oncom. Dia memutuskan menggunakan jenis oncom hitam terbuat dari bungkil kacang tanah. Bahan ini didatangkan dari Bandung.
Tapi itu belum cukup. Agar mendapatkan aroma yang kuat, oncom harus dibakar terlebih dahulu. Setelah itu dibumbui dengan kencur, bawang merah, cabai merah, terasi dan garam. Kencur ini bumbu utamanya, membuat aroma oncom menjadi kuat. Soal bumbu, Ambar tak mau tanggung. Ia berani memakai bumbu berkadar lebih demi sangu tutug oncom yang mantap.
Proses pencampuran nasi dan oncom pun tak bisa sembarangan. Demi cita rasa yang nikmat, pengadukan dilakukan menggunakan dulang untuk wadah yang harus terbuat dari kayu nangka. Kayu nangka dipercaya dapat menambah sensasi rasa lantaran memiliki aroma yang lezat.
Dalam penyajian, Saung Kiray menyediakan tiga varian sangu tutug oncom. Tiga varian tersebut yaitu sangu tutug oncom Pasundan, sangu tutug oncom ikan asin, dan sangu tutug oncom opak pedas.
Sangu tutug oncom Pasundan merupakan versi orisinil dan paling sederhana. Hanya memakai kerutuk, remahan tepung gorengan tempe Bandung. Rasanya gurih dan kriuk. Untuk membedakan dengan lainnya, di atas nasinya diletakkan taburan kerutuk tersebut.
“Sangu oncom ikan asin, nasi yang dicampur dengan oncom dan ditambah dengan ikan asin jambal yang disuwir-suwir. Ada juga sangu tutug oncom yang ditambahkan opak Majalaya di dalamnya,” kata Ambar, pendiri rumah makan yang merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Monday, February 23, 2015
Sangu Tutug Oncom Saung Kiray, Kuliner Halal yang Ramai
7:20 PM
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)












0 comments:
Post a Comment